Minggu, 27 November 2016

SEJARAH GONTOR



Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Gontor 



Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur termsuk dalam salah satu pesantren besar di indonesia. Pesantren ini berdiri sejak sebelum kemerdekaan RI, yaitu pada tahun 1926. Sejak didirikan sampai sekarang pesantren ini telah melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional. Misalnya KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama (NU)
Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan satu simpul pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Pondok ini didirikan pada 12 Rabiul Awwal 1345H/20 September 1926 oleh tiga bersaudara yaitu K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani dan K.H. Imam Zarkasyi.            Pondok Modern Gontor berakar jauh ke abad 18 yaitu dari Pondok Tegalsari yang didirikan oleh Kiai Ageng Mohammad Besari (Bashori). Pesantren ini memiliki hubungan baik dengan Istana Kartasura setelah Pakubuwono II yang dibantu Kiai Ageng Mohammad Besari meraih tahtanya kembali, setelah sempat terusir dari keraton akibat pemberontakan pada 1742. Sebagai ungkapan terima kasih, Tegalsari ditetapkan oleh Pakubuwono II sebagai wilayah perdikan, yaitu daerah yang bebas dari segala kewajiban kepada kerajaan.
Santri Tegalsari saat itu datang dari berbagai kelas sosial, dari masyarakat biasa hingga kalangan keraton. Pesantren ini mencapai kemajuan pada masa kepemimpinan Kiai Kasan Anom Besari (1800-1862). Semenjak wafatnya, Tegalsari mengalami kemunduran walaupun masih tetap bertahan hingga saat ini.
Pada pertengahan abad ke-19, Tegalsari dipimpin Kiai Cholifah. Salah seorang santrinya yang cerdas dan baik yaitu R.M.H Sulaiman Jamalludin yang kemudian dijodohkan dengan dengan putri Kiai Cholifah.
R.M.H Jamalludin yang cucu dari Pangeran Hadiraja Sultan Kasepuhan Cirebon, diberi amanat untuk mendirikan pondok di sebuah desa, 3 km sebelah timur Pondok Tegalsari. Bersama 40 santri yang dibekalkan kepadanya, Jamalludin melakukan babad desa. Maklumlah kawasan yang dibuka itu adalah wilayah tak bertuan, lebat oleh pepohonan dan dihuni binatang liar. Kawasan itu sebelumnya dikenal sebagai sarang penyamun dan para warok. Dalam bahasa Jawa, tempat itu disebut enggon kotor atau tempat kotor. Dari nama inilah, muncul nama Gontor.
Pondok yang didirikan oleh Sulaiman Jamalludin ini berkembang pesat hingga generasi ketiga saat dipimpin oleh Kiai Santoso Anom Besari. Selanjutnya berbekal tekad bulat dan tanggung jawab melanjutkan perjuangan menegakkan agama, Ahmad Sahal, Zainuddin Fanani dan Imam Zarkasyi membangun kembali Pondok Gontor warisan orang tuanya itu.
Undangan Raja Saud dari Arab Saudi kepada para pemimpin Islam di Indonesia untuk menghadiri Konferensi Umat Islam sedunia di Mekah pada 1926, juga menjadi salah satu pemicu pendirian Gontor.
Pertemuan para pemimpin umat dan tokoh Islam di Surabaya untuk menentukan kualifikasi utusan dari Indonesia yaitu mahir berbahasa Arab dan Inggris ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Akhirnya disepakati mengirim dua orang utusan yang ahli berbahasa Inggris yaitu HOS Cokroaminoto dan satunya lagi K.H. Mas Mansur yang mahir berbahasa Arab. Tahun itu juga, sepulang dari Mekkah, HOS Cokroaminoto menyampaikan pidato berisi ide-ide kebangkitan dunia Islam pada Konggres Umat Islam di Surabaya. Ide-ide yang disampaikannya adalah buah pemikiran tokoh pembaharu Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Kesan pertemuan ini membekas pada pemuda Ahmad Sahal yang hadir pada pertemuan itu yang kemudian mendiskusikannya bersama kedua adiknya yaitu Zainuddin Fannani dan Imam Zarkasyi. Mereka kemudian mengambil langkah kongkret dengan adalah mendirikan Tarbiyat al Athfal (pendidikan anak-anak) di Gontor. Tarbiyat al Athfal mengajarkan materi-materi dasar agama Islam, bimbingan akhlak, kesenian, dan pengetahuan umum sesuai tingkat kebutuhan masyarakat saat itu. Di samping itu diajarkan pula cara bercocok tanam, beternak, pertukangan, bertenun dan berorganisasi.
Hingga kini gontor telah memiliki 17 cabang yang terdiri dari 13 kampus di seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang. Tidak seperti pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon. Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI)
Adalah jenjang pendidikan menengah di Pondok Gontor yang setara dengan SMP dan SMA. Masa belajar dapat diselesaikan dengan empat tahun dan/atau enam tahun

SEJARAH KOTA KENDAL



ASAL USUL KOTA KENDA

Muhammad Aulia Iskandar Muda (Pengamat Sejarah) Kendal merupakan kota yang cukup terkenal di Propinsi Jawa Tengah. Wilayah ini selain Blora juga merupakan kota yang sangat penting di zaman Kerajaan Mataram Islam juga di zaman Kerajaan Majapahit karena posisinya yang berdekatan dengan pantai menjadikannya sebagai kota pelabuhan dan. Kota ini juga merupakan kota yang cukup tua bahkan lebih tua daripada kota Blora.
Ceritanya begini, Pada waktu itu hampir sebagian besar Penduduk Jawa sudah memeluk agama Islam. Kerajaan Majapahit sebenarnya masih ada, cuma pamornya sudah menurun akibat perang saudara dan masuknya Agama Islam ke Tanah Jawa.Ditambah lagi bangsa Portugis yang perlahan-perlahan mulai menjalin hubungan dagang dengan pantai utara Banten. Sedangkan Kendal sendiri penduduknya sebagian besar masih beragama Hindu akibat pengaruh adipati Majapahit yang berkuasa saat itu, Mpu Pakuwojo. Beliau adalah adipati Majapahit yang masih tersisa dan juga beragama Hindu.
Karena pengaruh Islam sudah sangat luas akibat berdirinya Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah yang juga merupakan putra asli Majapahit. Adipat-adipati lain banyak yang membelot dari Majapahit dan bergabung dengan Demak serta masuk Islam. Akibatnya Kerajaan Majapahit makin lama makin berkurang. Dan sekitar awal abad ke-16 terjadi perang antara Majapahit dengan Demak dan karena Raden Patah merupakan putra Majapahit juga yang dalam perang itu sebagai panglima dan yang dihadapi tidak lain adalah saudaranya sendiri. Ketika itu kedudukan yang semula seimbang tiba-tiba berbalik 180 derajat akibat membelotnya saudaranya Raden Patah itu. Dan akhirnya Majapahit dapat ditaklukkan sekaligus berakhirnya era Majapahit selama 3 abad (1284-1501)
Kembali ke Kendal. Mpu Pakuwojo adalah seorang Hindu yang bergari-keras. Dia sangat menentang kehadiran agama Islam di Kendal. Bahkan bila ketahuan ada penduduk Kendal yang memeluk Islam dia akan menghukumnya.
Awalnya, datang seorang ulama sakti bernama Sunan Katong yang bemaksud menyadarkan Mpu Pakuwojo. Sunan Katong sendiri dulu juga seorang pertapa Hindu yang sakti. Tetapi akhirnya beliau masuk Islam. Dan ketika Sunan Katong bermaksud menyebarkan agama Islam di Kendal, Mpu Pakuwojo sudah jelas menentang habis-habisan dan malah menantang Sunan Katong untuk beradu kesaktian. Karena Mpu Pakuwojo mulai mengeluarkan keris saktinya untuk menghajar Sunan Katong dan akhirnya, Sunan Katong terpaksa beradu kesaktian dengan Mpu Pakuwojo. Tetapi Pakuwojo mengalami kekalahan sehingga dia pun lari. Dan terus dikejar-kejar oleh Sunan Katong dan para santrinya. Dan saking kelelahannya Mpu Pakuwojo bersembunyi di batang pohon yang dibawahnya ada lubang seperti gua. Dia pikir tidak ada yang tahu dia bersembunyi disitu. Tetapi, takdir menentukan bahwa Mpu Pakuwojo tertangkap juga oleh Sunan Katong. Dan akhirnya Mpu Pakuwojo menyerah dan masuk agama Islam dengan syarat tidak terjadi kekerasan dan paksaan.
Akhirnya Sunan Katong berkata "Di batang pohon inilah Mpu Pakuwojo sadar dan masuk agama Islam maka desa ini saya beri nama Kendal. Kendal artinya pembuka jalan atau pembuka kesadaran"
Akhirnya Kendal pun menjadi maju kotanya hingga ada seorang pahlawan nasional bernama KH. Ahmad Rifai. Beliau lahir di desa Kaliwungu, Kendal. Beliau berjuang secara non-fisik. Tetapi karena beliau mempunyai banyak pengikut maka karena dianggap membahayakan beliau ditangkap dan dibuang ke Ambon oleh pemerintah Belanda. Beliau meninggal di sana pada tahun 1859

Kamis, 10 November 2016

sejarah salatiga



KOTA SALATIGA
Kota Salatiga (bahasa Jawa: Hanacaraka ꦑꦸꦛꦯꦭꦠꦶꦒ), adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan berada di jalan negara yang menghubungkan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk. Mulai tahun 2014 direncanakan pemekaran wilayah di dalam kota Salatiga segera terwujud, yaitu membagi kelurahan Kutowinangun menjadi 2 wilayah sehingga menjadi kelurahan Kutowinangun Lor (utara) dan Kelurahan Kutowinangun Kidul (selatan) mengingat wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang padat serta permintaan dari warga sebagai latar belakang pemekaran wilayah dan sudah diajukan kepada pemerintah negara Republik Indonesia [2]. Dari letak administratif yang ada menjadikan kota Salatiga menduduki peringkat luas wilayah ke-18 kotamadya terkecil di Indonesia.
Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkap asal usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal usul Kota Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari Jadi Kota Salatiga.

Prasasti Plumpungan 

Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan.

Berdasar prasasti di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, pada waktu itu Salatiga merupakan perdikan.
Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah perdikan diberikan oleh Raja Bhanu meliputi Salatiga dan sekitarnya.
Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini. Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang citralekha (penulis) disertai para pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memperhatikan nasib rakyatnya.
Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya.
Dengan demikian, pemberian tanah perdikan merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itu maka raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Srir Astu Swasti Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi.

SEJARAH BERDIRINY PPTI AL - FALAH



SEJARAH PPTI AL-FALAH
Sejarah PPTI (Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam) AL FALAH – SALATIGA, suatu podok pesantren yang terletak di pinggiran Kota Salatiga. Didirikan oleh Almaghfurllah K.H. Muhamad Zoemri RWS bersama isteri beliau Nyai Hj. Latifah pada tahun 1986. Pondok Pesantren yang merupakan anak dari API Tegalrejo (Magelang) ini berdiri di atas tanah milik Simbah Zoemri pribadi. Lembaga pesantren ini tidak secara instan berdiri menjadi sebuah lembaga pendidikan, akan tetapi memiliki lika – liku dan peroses panjang yang membutuhkan kesabaran bagi Simbah Kyai dan keluarga. Mulanya Pesantren ini hanya menerima dan menampung para santri dari lingkungan sekitar saja atau dapat dikatakan sebagai Madrasah Diniyah, namun lama kelamaan santri yang datang untuk menuntut ilmu semakin meluap. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya lembaga religius di daerah sekitar. Seiring berjalannya masa, PPTI AL FALAH mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintahan kota untuk menjadi lembaga pendidikan yang lebih mapan lagi. Maksud tersirat dari dukungan tersebut adalah agar PPTI AL FALAH dapat menjadi wadah aspirasi masyarakat yang menghendaki putra – putrinya dapat menuntut ilmu agama di pesantren ini. Dalam rangka mewujudkan harapan masyarakat, maka pada tahun 1990 K.H. Muhamad Zoemri RWS mendirikan madrasah diniyah dengan materi khusus agama.
Selang lima tahun berdirinya pondok (tahun 1995), PPTI AL FALAH menambah kurikulum pembelajaran berupa ekstra pesantren antara lain seperti : Kaligrafi, Qiroatul Qur’an, Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan menjahit. Kegiatan ekstra pesantren bertujuan untuk mengembangkan skill (keterampilan) santri supaya dapat diandalkan ketika terjun di masyarakat nantinya, sehingga masyarakat percaya dengan eksistensi pesantren yang tidak hanya sebagai perbaikan karakter akan tetapi juga menjadi pengembang keterampilan khususnya keagamaan. Mengacu pada perkembangan zaman yang semakin modern, generasi muda islam semakin dituntut untuk memiliki keterampilan umum yang islami. Hal demikian yang menjadi pegangan bagi PPTI AL FALAH dalam merintis sekolah formal berbasis islami. Pada tahun 2005 yayasan AL FALAH mendirikan SMK yang diberi nama SMK AL FALAH. Sekolah Menengah Kejuruan ini memiliki dua program studi yaitu otomotif dan tata busana.

Kurikulum Pesantren

PPTI AL FALAH merupakan lembaga pendidikan islami yang telah diakui oleh Kementrian Agama RI. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki kredibilitas dalam bidang agama, maka PPTI AL FALAH tidak terlepas dari kurikulum kegiatan yang rutin diadakan. Kurikulum inti terletak pada mata kajian sesuai dengan tingkatan kelas masing – masing. Pengklasifikasian kelas di PPTI AL FALAH ada enam tingkatan, dimulai dari jenjang Ula sampai Ulya. Golongan Ula atau tingkat pertama ada 3 kelas yaitu: I, 2 dan 3 Ula. Mata kajian yang diterapkan pada tingkat ula ini merupakan mata kajian dasar seperti Jurumiyah, Safinatun Najah, Hidayatus Shibyan, dan sebagainya. Wustho atau tingkat kedua ada 2 kelas, yaitu: 1 dan 2 Wustho. Mata kajian pada tingkat wustho merupakan lanjutan dari tingkat ula, seperti Al ‘Imrithi dan Alfiyah Ibn Malik yang merupakan lanjutan pembahasan dari kitab nahwu di kelas tiga (Jurumiyah). Kitab fiqh pada tingkat wustho juga terusan dari tingkatan kelas sebelumnya yaitu Tadghib yang merupakan lanjutan dari Sulam At Taufiq, sebenarnya hampir sama hanya berbeda pada referensi Tadghib yang lebih banyak dari pada Sulam At Taufiq. Materi inti pada kurikulum kajian dari tingkat kelas dasar ke tingkat yang lebih tinggi sebenarnya sama hanya berbeda pada kelengkapan pembahasan dan pendalaman materinya saja.

PENGERTIAN IPA



IPA MENURUT PARA PAKAR
Pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Menurut H.W. Fowler et-al adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan, dimana berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi.
Menurut Nokes di dalam bukunya ‘Science in Education‘ menyatakan bahwa Pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) ialah pengetahuan teooritis yang diperoleh dengan metode khusus. Kedua pendapat diatas sebenarnya tidak berbada. Memang benar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan suatu ilmu teoritis, akan tetapi teori tersebut didasarkan atas pengamatan, percobaan-percobaan pada gejala-gejala alam. Betapapun indahnya suatu teori yang dirumuskan, tidaklah dapat dipertahankan kalau tidak sesuai dengan hasil-hasil pengamatan atau observasi. Fakta-fakta tentang gejala kebendaan atau alam diselidiki dan diuji berulang-ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen), kemudian berdasarkan hasil dari eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya). Teori pun tidak dapat berdiri sendiri, teori selalu di dasari oleh suatu hasil pengamatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan  observasi eksperimentasi, penyusunan teori, penyimpulan, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Cara untuk mendapatkan ilmu secara demikian ini terkenal dengan nama metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan suatu cara yang logis untuk memecahkan suatu masalah tertentu.